TA’ARUF LANGKAH SYAR’I MENUJU PERNIKAHAN | Indonesia Berbagi
INDONESIA BERBAGI
ARTIKEL

TA’ARUF LANGKAH SYAR’I MENUJU PERNIKAHAN

Rabu, 9 November 2022 14:34:23 | Admin

Oleh: H. Deni Mardiana, Lc.

 

Pengantar

Setelah sebelumnya kita membahas tentang beberapa kriteria yang menjadi standar memilih pasangan yang ideal dalam islam, kali ini kita akan bersama-sama melanjutkan kajian tentang ta’aruf dan langkah-langkahnya menuju gerbang pernikahan.

Memilih memang perkara yang tidak mudah dilakukan, apalagi memilih calon pasangan hidup yang kelak akan bersama-sama menjadi partner hidup di dunia dan akhirat. Memilih calon pasangan akan menjadi sulit dan rumit ketika standar yang kita gunakan adalah standar nafsu dan hasrat duniawi semata. Sebaliknya, memilih pasangan akan menjadi mudah dan berkah ketika standar yang kita tetapkan adalah standar iman dan akhlak mulia, serta selalu mengikut petunjuk Rasulullah saw. Karena ingin membangun peradaban mulia di masa yang akan datang dan menjadi pasangan sejati dunia akhirat, diperlukan kecermatan dalam memilih dan memantapkan siapa calon pasangan kita kelak. Salah satu langkah yang disyariatkan dalam islam untuk memantapkan langkah itu ialah dengan melakukan proses ta’aruf. Ta’aruf adalah langkah yang sah dan legal dalam syari’at islam menuju gerbang pernikahan. Sah dan legalnya ta’aruf tentu berlaku selama mengikuti standar umum dari etika dan adab pergaulan dengan lawan jenis. Berikut kita akan jelaskan secara umum tentang ta’aruf dan langkah-langkah yang harus diperhatikan agar tujuan pernikahan yang diinginkan dapat tercapai.

 

Pengertian Ta’aruf

Ta’aruf artinya saling mengenal. Kata ini ada dalam al-Quran, Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا

“Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (li-ta’arofu) …” (QS. Al-Hujurat: 13)

Karena bahasanya saling mengenal, tentu hal ini menunjukkan adanya interaksi dan komunikasi dua arah. Artinya ketika calon pasangan akan melakukan ta’aruf, maka harus dibangun pola interaksi dan komunikasi yang syar’i sesuai tuntunan islam.

Tuntunan islam dalam proses menuju gerbang pernikahan setidaknya melalui tiga tahapan:

  • Ta’aruf: saling mengenal. Dan umumnya dilakukan sebelum khitbah.
  • Khitbah: meminang atau lamaran, menawarkan diri untuk menikah. Khitbah, ada yang disampaikan terang-terangan dan ada yang disampaikan dalam bentuk isyarat.

Khitbah secara terang-terangan, misalnya dengan menyatakan, “Jika berkenan, saya ingin menjadikan anda sebagai pendamping saya.” Atau yang bentuknya pertanyaan, “Apakah anda bersedia untuk menjadi pendamping saya?”

Khitbah dalam bentuk isyarat, misalnya dengan mengatakan, “Sudah lama aku mendambakan wanita yang memiliki banyak kelebihan seperti kamu…” atau kalimat semisalnya, meskipun bisa jadi ada kesan menggombal. Allah berfirman:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ

Tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya.” (QS. Al-Baqarah: 235)

Berdasarkan petunjuk di atas, bagi wanita yang sedang menjalani masa iddah, tidak boleh dilamar dengan kalimat terang-terangan.

  • Nadzar: melihat calon pasangan. Biasanya ini dilakukan ketika ta’aruf atau ketika melamar.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا، فَلْيَفْعَلْ

“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika dia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” (HR. Ahmad 3/334, Abu Dawud 2082 dan dihasankan al-Albani).

 

Cara Berta’aruf Yang Benar Dalam Islam

Sebenarnya tidak ada cara khusus dalam masalah ta’aruf. Intinya bagaimana seseorang bisa menggali data calon pasangannya, tanpa melanggar aturan syari’at maupun adat masyarakat. Hanya saja, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan terkait ta’aruf:

1. Sebelum terjadi akad nikah, kedua calon pasangan, baik lelaki maupun wanita, statusnya adalah orang lain. Sama sekali tidak ada hubungan kemahraman. Sehingga berlaku aturan lelaki dan wanita yang bukan mahram. Mereka tidak diperkenankan untuk berduaan, saling bercengkrama, dst. Baik secara langsung atau melalui media lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

“Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth)

Setan menjadi pihak ketiga, bukan karena ingin merebut calon pasangan anda. Namun, di saat manusia hilang kendali, dengan mudah setan menjerumuskan manusia ke lembah kemaksiatan.

2. Luruskan niat. Kuatkan tekad bahwa kita serius ingin menjadikannya sebagai pasangan hidup.

Bukan karena ingin koleksi kenalan, atau cicip-cicip, dan semua gelagat tidak serius. Membuka peluang, untuk memberi harapan palsu kepada orang lain. Tindakan ini termasuk sikap mempermainkan orang lain, bahkan termasuk kedzaliman. Sebagaimana dirinya tidak ingin disikapi seperti itu, maka jangan sikapi orang lain seperti itu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Kalian tidak akan beriman sampai kalian menyukai sikap baik untuk saudaranya, sebagaimana dia ingin disikapi baik yang sama.” (HR. Bukhari & Muslim)

3. Menggali data pribadi, bisa melalui tukar biodata

Masing-masing bisa saling menceritakan biografinya secara tertulis. Sehingga tidak harus melakukan pertemuan untuk saling cerita. Tulisan mewakili lisan. Meskipun tidak semuanya harus dibuka. Ada bagian yang perlu terus terang, terutama terkait data yang diperlukan untuk kelangsungan keluarga, dan ada yang tidak harus diketahui orang lain.

Jika ada keterangan dan data tambahan yang dibutuhkan, sebaiknya tidak berkomunikasi langsung, tapi bisa melalui pihak ketiga, seperti kakak lelakinya atau orang tuanya.

4. Setelah ta’aruf diterima, bisa jadi mereka belum bertemu, karena hanya tukar biografi. Karena itu, bisa dilanjutkan dengan nadzar (melihat calon pasangan)

Dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan,

“Suatu ketika aku berada di sisi Nabi shallallahu’alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Dia ingin menikahi wanita Anshar. Lantas Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah melihatnya?” Jawabnya, “Belum.” Lalu beliau memerintahkan,

انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

“Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng.” (HR. Turmudzi)

Nadzar bisa dilakukan dengan cara datang ke rumah calon pengantin wanita, sekaligus menghadap langsung orang tuanya.

5. Dibolehkan memberikan hadiah ketika proses ta’aruf

Hadiah sebelum pernikahan, hanya boleh dimiliki oleh wanita, calon istri dan bukan keluarganya.

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا كَانَ مِنْ صَدَاقٍ أَوْ حِبَاءٍ أَوْ عدةٍ قَبْلَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لَهَا وَمَا كَانَ بَعْدَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لِمَنْ أُعْطِيَهُ أَوْ حُبِىَ

Semua mahar, pemberian dan janji sebelum akad nikah itu milik pengantin wanita. Lain halnya dengan pemberian setelah akad nikah, itu semua milik orang yang diberi. (HR. Abu Daud)

Jika berlanjut menikah, maka hadiah menjadi hak pengantin wanita. Jika nikah dibatalkan, hadiah bisa dikembalikan. Selengkapnya anda bisa pelajari ini: Nikah Batal, Nikah Tunangan Wajib Dikembalikan!

 

Penutup

Hidup berumah tangga adalah ibadah sepanjang hayat. Sepanjang hari, memiliki peluang besar untuk mendapatkan pahala. Tidak ada sekolahnya, juga tidak pernah dipelajari sebelumnya. Setiap sentuhan menjadi ibadah. Setiap tatapan menjadi ibadah. Setiap getar-getar cinta pun menjadi ibadah. Menikah bukan hanya urusan menjalin hubungan dengan orang yang kita cintai. Lebih dari itu, menikah adalah syariat yang Allah ciptakan dalam rangka melanggengkan kehidupan manusia, terjaga dari perilaku menyimpang yang dengannya manusia kehilangan nilai kemanusiaannya. Menikahlah, maka Alloh jaminkan keberkahan dalam hidup kita.

Menikahlah dengan orang yang  memiliki visi dan misi yang sama dalam membangun rumah tangga. Cantik dan tampan secara fisik sifatnya subjektif. Namun keluhuran budi pekerti, kelembutan jiwa dan kehalusan tutur kata menjadi nilai yang tak terhingga.

Selalu melibatkan Allah dalam menentukan calon pasangan kita, berarti meminta petunjuk dan tuntunan agar apa yang kita harapkan direstui oleh-Nya, dan agar kita mendapatkan ketenangan saat Allah putuskan dialah yang menjadi belahan hidup kita di dunia dan akhirat. Memilihlah dengan iman kita dan biarlah sang iman itu menemui belahan jiwanya. Memilihlah dengan tuntunan cinta, agar keutuhan kebersamaan bukan hanya dibangun karena ada kepentingan yang sama, namun karena terpatrinya hubungan kita dengannya, selamat memilih, semoga Allah jodohkan kita dengan seseorang yang mencintai Allah dan mencintai kita, Aamiin...

*Gambar: pixabay.com

Bantu sebarkan kebaikan