Meluruskan Tragedi Karbala
Selasa, 9 Maret 2021 10:32:55 | Admin
Oleh : H. Deni Mardiana, Lc (Ketua Dewan Pengawas Syari’at Indonesia Berbagi)
Muqaddimah
Setiap memasuki bulan Muharram, kita selalu disuguhi ragam informasi dan keterangan yang menyebutkan keutamaan dan keistimewaan bulan tersebut. Misalnya saja Rasulullah pernah bersabda bahwa seutama-utamanya berpuasa setelah puasa wajib di bulan Ramadhan ialah melaksanakan puasa di bulan Muharram. Alloh pernah menyelamatkan kaum Bani Israil dari kejaran musuh di bulan Muharram, kemudian Nabi Musa melaksanakan shaum di bulan ini sebagai wujud syukur kepada Alloh. Kebiasaan ini menjadi inspirasi rasulullah untuk melaksanakan shaum asyura setiap tahunnya dan menambahnya dengan shaum di tanggal 9-nya sebagai pembeda dengan shaumnya kaum Yahudi. Di bulan ini pun, Alloh melarang kaum muslimin untuk melakukan aktivitas yang dapat merusak baik peperangan, saling menyakiti ataupun aktivitas lainnya. Dan masih banyak keutamaan lain yang bisa kita temukan dalam riwayat-riwayat yang shahih sebagai bukti bagaimana istimewanya bulan Muharram ini dalam ajaran islam.
Disisi lain, ada kaum Syi’ah yang mengambil keuntungan dan memanfaatkan momentum dari keistimewaan dan keutamaan bulan Muharram ini. Dalam ajaran mereka, bulan Muharram merupakan kesempatan untuk melakukan muhasabah sekaligus menguatkan keyakinan mereka tentang sebuah tragedi yang sempat menggegerkan dunia dengan terbunuhnya cucu Nabi Muhammad saw yang bernama Husein bin Ali yang cukup menyita perhatian sejarah peradaban islam pada waktu itu. Momentum kematian Husein bin Ali yang tidak wajar itu menjadikan mereka seolah mendapatkan tempat untuk mengekspresikan kesedihan dan empati mereka atas kematian Husein. Peristiwa Karbala adalah peristiwa yang mesti mendapatkan porsi kajian yang seimbang dan transparan, agar kita menyikapinya sesuai fakta sejarah, tidak berlebihan dan juga tidak menganggap sepele masalah ini. Kajian tentang meluruskan peristiwa Karbala pun hendaknya mendapatkan perhatian khusus agar tidak ada lagi distorsi sejarah dan umat proporsional menyikapi permasalahan ini.
Dimanakah Karbala?
Karbala adalah sebuah kota di Irak. Jaraknya 100 KM sebelah barat daya Baghdad. Karbala merupakan ibukota Provinsi Al-karbala. Orang syi’ah menganggap Karbala sebagai satu tempat suci dibawah Mekkah dan Najaf. Karbala salah satu kota terkaya di Irak. Sumber devisanya dari pengunjung yang beribadah dan produk pangan terutama kurma.
Di pusat kota tua terdapat Masyhad Al-Husein, makam Husein bin Ali –cucu Nabi Muhammad saw-. Tempat ini sering digunakan ziarah dan perayaan oleh kaum syi’ah terutama pada saat perayaan mengenang pertempuran hari Asyura dengan meninggalnya Husein bin Ali. Karbala menjadi pusat penyebaran agama syi’ah dan orang syi’ah menjadikannya tempat agung nan suci terutama karena ada makan Husein disana.
Keutamaan Husein bin Ali bin Abi Thalib
Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib, atau yang dikenal sebagai Husen, adalah cucu Rasulullah, buah hati dan kecintaannya di dunia. Ia adalah saudara Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, penghulu pemuda penduduk surga. Kedudukan tinggi tersebut tidak ia peroleh, kecuali ia lakoni dengan ujian dan cobaan, dan sungguh Husein telah berhasil melewati ujian tersebut secara penuh dengan kesabaran dan keteguhan (tsabat) yang sempurna hingga menemui Allah SWT. Rasulullah Saw pernah bersabda kepada Hudzaifah, “Sesungguhnya ini adalah malaikat yang belum pernah turun ke bumi sebelum ini, ia meminta izin kepada Rabbnya untuk mengucapkan salam kepadaku dan menyampaikan kabar gembira bahwa Fathimah adalah penghulu kaum wanita penghuni surga dan bahwasanya Hasan serta Husein adalah penghulu para pemuda penghuni surga.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).
Kronologis Kematian Husein bin Ali bin Abi Thalib
Setelah kekhilafahan dilimpahkan kaum Muslimin kepada Hasan bin ‘Ali, kemudian ia turun (lengser) darinya untuk diberikan kepada Mu’awiyah untuk memelihara darah kaum Muslimin, dengan syarat selanjutnya Mu’awiyah sendiri yang akan menyerahkan kembali kekhilafahan kepada Hasan. Akan tetapi Hasan meninggal sebelum Mu’awiyah meninggal. Maka ketika itu Mu’awiyah memberikan kekhilafahan kepada anaknya, Yazid. Tatkala Mu’awiyah meninggal, maka Yazid memegang perintah, dan Husein enggan memba’iatnya, lalu ia keluar dari Madinah menuju ke Mekkah dan menetap di sana.
Kemudian golongan pendukung ayahnya dari Syi’ah Kufah mengirim surat kepada Husein agar ia keluar bergabung menemui mereka. Mereka menjanjikan akan menolongnya jika ia telah bergabung. Maka Husein tertipu dengan janji mereka, dan mengira bahwa mereka akan merealisasikannya untuk memperbaiki kebijakan yang buruk dan untuk meluruskan penyelisihan yang diawali pada kekhilafahan Yazid bin Mu’awiyah.
Perbuatan Husein untuk bergabung dengan penduduk Kufah sendiri dinilai salah oleh para penasehatnya. Diantara mereka adalah Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, ‘Abdulloh bin Ja’far dan lainnya. Bahkan ‘Abdulloh bin ‘Umar terus mendesak kepada Husein agar tetap tinggal di Mekkah dan tidak keluar. Namun dengan dilandasi baik sangka, Husein menyelisihi permusyawarahan mereka dan keluar, lalu Ibnu ‘Umar berkata kepadanya, “Aku menitipkanmu kepada Alloh dari pembunuhan!”
Begitu Husein keluar, ia menemui Farozdaq di jalan, yang berkata kepadanya, “Berhati-hatilah engkau, mereka bersamamu namun pedang-pedang mereka bersama Bani Umayyah. Mereka adalah Syi’ah yang mengirim surat kepadamu, dan mereka menginginkanmu untuk keluar (ke tempat mereka), tetapi hati-hati mereka tidak bersamamu. Secara hakiki mereka mencintaimu, akan tetapi pedang-pedang mereka terhunus bersama Bani Umayyah!”
Akhirnya, sangat jelas sekali tampaklah pengkhianatan Syi’ah ahli Kufah, walau mereka sendiri yang mengharapkan kedatangan Husein. Maka wakil penguasa Bani Umayyah, ‘Ubaidillah bin Ziyad yang mengetahui sepak terjang Muslim bin ‘Aqil yang telah membai’at Husein, segera mendatangi Muslim dan langsung membunuhnya sekaligus tuan rumah yang menjamunya, Hani bin Urwah Al-Muradi. Dan kaum Syi’ah Kufah hanya diam seribu bahasa melihat pembantaian dan tidak memberikan bantuan apa-apa, bahkan mereka mengingkari janji mereka terhadap Husein. Hal itu mereka lakukan karena ‘Ubaidillah bin Ziyad telah memberikan segepok uang kepada mereka.
Maka ketika Husein keluar bersama keluarga dan pengikutnya, berangkat pula Ibnu Ziyad untuk menghancurkannya di medan peperangan, maka terbunuhlah Husein dan terbunuh pula semua sahabat yang mendampinginya secara terzhalim dan dapat dianggap sebagai pembantaian sadis. Kepala mulianya terpotong, lalu diambil oleh para wanita dan anak-anak yang berada diantara pasukan dan diberikan paksa kepada Yazid di Damaskus. Ketika melihat kepala Husein dibawa ke hadapannya saat itu, Yazid pun sedih dan menangis. Kemudian para wanita dan anak-anak dikembalikan ke kota, sedangkan anak laki-laki ikut terbunuh, sehingga tidak tersisa dari anak-anak (Husein) kecuali ‘Ali Zainul Abidin yang ketika itu masih kecil.
Kemudian kita pun bertanya-tanya, Kemanakah Syi’ah Kufah Pendusta dan Pengkhianat itu? Sejak pertama, Syi’ah Kufah sudah takut berperang dan telah “siap” menjual kehormatan mereka dengan harta. Mereka merencanakan pengkhianatan untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan semata, walaupun hal itu harus dibayar dengan menyerahkan salah seorang tokoh Ahlul Bait, Husein. Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin ‘Aqil, dan ternyata tidak pula ikut berperang membantu Husein.
Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara Ahlul Bait lainnya yang gugur bersama Husein adalah putera ‘Ali bin Abi Thalib lainnya, yaitu Abu Bakar bin ‘Ali, ‘Umar bin ‘Ali, dan ‘Utsman bin ‘Ali . Juga putera Hasan sendiri, Abu Bakar bin Hasan. Namun anehnya, ketika kita mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syi’ah yang menceritakan kisah pembunuhan Husein, keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah diungkit. Lantas, apa tujuannya?
Tentu saja, agar para pengikut Syi’ah tidak memberi nama anak-anak mereka dengan tiga nama sahabat Rasulullah yang paling dibenci orang-orang Syi’ah, bahkan yang dilaknat oleh mereka setiap harinya.
Melihat kebusukan perangai dan pengkhinatan Syi’ah, Husein dalam doanya yang sangat terkenal sebelum wafat atas mereka adalah “Ya Alloh, apabila Engkau memberi mereka kenikmatan, maka cerai-beraikanlah mereka, jadikanlah mereka menempuh jalan yang berbeda-beda, dan janganlah restui para pemimpin mereka selamanya, karena mereka telah mengundang kami untuk menolong kami, namun ternyata malah memusuhi kami dan membunuh kami!”
Kematian Husein Korban Konspirasi Busuk Kaum Syi’ah
Di balik tragedi Karbala, yaitu terbunuhnya Husein dan banyak Ahlul Bait lainnya serta rombongan yang menyertainya, ada rahasia besar yang harus diketahui, yaitu: Ternyata yang membunuh Husein adalah ‘Ubaidillah bin Ziyad yang berkolaborasi dengan Syi’ah Kufah.
Fakta ini bahkan diakui oleh sejarawan Syi’ah sendiri, Mulla Baqir Al-Majlisi, Qadhi Nurullah Syustri dan lainnya, tentunya selain fakta sejarah yang jelas dan mengedepankan nilai ilmiah yang selama ini telah banyak beredar. Mereka adalah para pengkhianat, musuh-musuh semua kaum Muslimin, bukan hanya bagi Ahlus Sunnah saja. Kecintaan Syi’ah terhadap Ahlul Bait hanyalah isapan jempol dan kebohongan yang dipropagandakan. Bahkan yang Syi’ah da’wahkan tiada lain merupakan upaya untuk menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran Majusi Saba’iyah (pengikut Abdulloh bin Saba’).
Keadaan Syi’ah yang selalu diburu dan dihukum oleh kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang masa dalam sejarah membuktikan dikabulkannya doa Husein di medan Karbala akan adzab Syi’ah.
Upacara dan ritual Asyura’-an, seperti menyiksa badan dengan cara memukul-mukul tubuh dengan rantai, pisau dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang dilakukan oleh Syi’ah sehingga mengalirkan darah, juga merupakan bukti diterimanya doa Husein, bahkan mereka terhina dengan tangan mereka sendiri.
Penutup
Perlu kiranya kita menyimak pernyataan Syikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkaitan dengan peristiwa karbala, beliau mengatakan:“Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian Husein ra, telah memberikan tambahan dusta yang sangat banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada peristiwa pembunuhan Utsman ra, sebagaimana mereka juga memberikan tambahan cerita kedustaan pada peristiwa-peristiwa yang ingin mereka besar-besarkan. Para penulis tentang berita pembunuhan Husein adalah para ahli ilmu (ulama) seperti Al-Baghawi, Ibnu Abi Dunya dan lain sebagainya. Namun demikian diantara riwayat yang mereka bawakan ada yang terputus sanadnya. Sedangkan yang membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad, kedustaannya sangat banyak”. (Lihat Minhajussunnah, IV hal 556)
Di kesempatan lain, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dengan sebab kematian Husein ra, setan telah memunculkan dua perbuatan bid’ah ditengah manusia. Pertama, bid’ah kesedihan dan ratapan pada hari ‘Asyura seperti menampar-nampar, berteriak, merobek-robek baju, sampai mencaci maki dan melaknat generasi salaf. Kedua, bid’ah kesenangan pada hari ‘Asyura. Misalnya saja barangsiapa melebihkan nafkah keluarganya pada hari ‘asyura maka Allah Azza Wa Jalla melonggarkan rezekinya selama setahun itu.
Dari seluruh pemaparan materi diatas, jelas bahwa sudah terjadi distorsi sejarah yang kejam dan menyakitkan hati umat islam tentang kematian Husein bin Ali. Keluarga nabi yang mulia -Husein bin Ali- mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dan diperlakukan dengan cara-cara yang kejam dan tidak layak diterima oleh keluarga Nabi. Sikap kaum Syi’ah yang seolah memperlihatkan rasa empati dan kesedihan mendalam, hanyalah sikap bodoh dan tolol dari kejahatan dan kepicikan tipu muslihat kaum syi’ah yang merencanakan kematian Husein bin Ali demi mendapatkan seonggok kenikmatan duniawi. Wallohu ‘alam.
Gambar: google.com