HAKIKAT PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Senin, 14 November 2022 05:57:16 | Admin
Oleh: H. Deni Mardiana, Lc.
PENGANTAR
Setelah sebelumnya kita membahas materi tentang kriteria ideal memilih pasangan dan bahasan tentang ta’aruf dalam islam, kali ini kita akan membahas tentang hakikat pernikahan dalam islam. Kita akan sama-sama mengkaji bagaimana islam menuntun untuk menjadikan pernikahan bukan sekedar ritual agama atau mengugurkan kewajiban semata, jauh dari itu ada sebuah hikmah dan pelajaran berharga bagi kelangsungan kehidupan manusia. Pada setiap syari’at yang telah Allah tetapkan selalu mengandung maqashid syari’ah. Artinya ada tujuan dan hal lain dari sekedar syari’at itu sendiri. Termasuk didalamnya syari’at menikah. Apa saja maqashid syari’ah dari menikah? Bagaimana agar kita mampu menjaga dan memelihara keberlangsungan pernikahan, bukan hanya selama di dunia namun bersambung sampai nanti di surga Allah SWT. Insya Allah akan kita paparkan pada kajian materi ini.
PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Ditengah arus globalisasi dan informasi yang semakin deras, tradisi barat mempertontonkan perilaku hidup yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan apalagi nilai agama. Tradisi tersebut sedikit demi sedikit menggerus akhlak dan perilaku remaja muslim dunia terlebih lagi di Indonesia. Longgarnya menjaga harga diri, pergaulan yang tanpa batas sampai berujung kepada kehidupan seks bebas yang merusak menjadikan syari’at islam yang agung yaitu pernikahan tersisihkan dari perhatian mereka. Asal suka sama suka, asal tidak saling merugikan dan nyaman satu dengan yang lainnya sudah cukup bagi mereka hidup bahagia, tanpa harus terikat dalam sebuah ikatan sakral pernikahan. Bagi mereka, pernikahan menghambat kebebasan dan menghalangi kemudahan mereka untuk menyalurkan syahwat syaithoni kepada siapa saja dan kapan saja.
Ajaran agama tidak bisa dimarjinalkan begitu saja, termasuk urusan pernikahan. Dalam islam, pernikahan merupakan sunnah nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat islam. Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung dalam memelihara keturunan dan memperkuat hubungan antar sesama manusia yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih sayang. Pernikahan bukan sekedar menyatukan dua insan dalam sebuah pelaminan. Allah menetapkan suatu ikatan suci, yaitu akad nikah. Dengan dua kalimat yang sederhana “Ijab dan Qabul”. Bukan sekedar akad biasa, bukan sekedar ikatan biasa. Ia adalah sebuah ikatan kuat yang Alloh sebutkan dalam Al Quran dengan istilah Mitsaqan Ghalidzha (perjanjian yang berat). Dalam Al Quran, kata Mitsaqan Ghalidza disebutkan hanya tiga kali. Pertama, ketika Allah membuat perjanjian dengan Nabi dan Rasul ‘Ulul Azmi’ (QS. Al Ahzab: 7). Kedua, ketika Allah mengangkat bukit Tsur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di hadapan Allah (QS. An Nisaa: 154). Dan Ketiga, ketika Allah menyatakan hubungan pernikahan (QS. An Nisaa’: 21).
Akad nikah telah mengikatkan suami dan istri dalam sebuah perjanjian syar’i, dimana perjanjian itu wajib dipenuhi hak-haknya. Perjanjian agung menyebabkan halalnya kehormatan diri untuk dinikmati pihak lainnya dan saling menikmati satu sama lain. Perjanjian kokoh yang tidak boleh diciderai dengan ucapan dan perbuatan yang menyimpang dari hakikat perjanjian itu sendiri. Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisaa’: 20-21)
Imam At-thabrani dalam kitab tafsirnya menukilkan penjelasan Qatadah mengenai ayat di atas. “Perjanjian kuat yang diambilkan Allah untuk para wanita, rujuk kembali dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang bijak, dan perjanjian yang kuat itu terdapat dalam akad kaum Muslimin tatkala melaksanakan akad nikah: Demi Allah kamu harus menjaganya dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan (jika menceraikan) dengan cara yang bijak. Rasulullah bersabda, “Takutlah kamu dengan amanah Allah.” (HR. Muslim)
Imam Abu Bakar Jabir Al Jazairy dalam kitab Minhajul Muslim menyebutkan: “Pernikahan adalah akad yang menghalalkan kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan untuk bersenang-senang satu dengan yang lainnya. Sehingga pernikahan bisa dipahami sebagai: akad untuk beribadah kepada Allah, akad untuk menegakkan syari’at Allah, akad untuk membangun rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah. Pernikahan juga akad untuk meninggalkan kemaksiatan, akad untuk saling mencintai karena Allah, akad untuk saling menghormati dan menghargai, akad untuk saling menerima apa adanya, akad untuk saling menguatkan keimanan, akad untuk saling membantu dan meringankan beban, akad untuk saling menasehati, akad untuk setia kepada pasangannya dalam suka dan duka, dalam kefakiran dan kekayaan, dalam sakit dan sehat. Pernikahan berarti akad untuk meniti hari-hari dalam kebersamaan, akad untuk saling melindungi, akad untuk saling memberikan rasa aman, akad untuk saling mempercayai, akad untuk saling menutupi aib, akad untuk saling mencurahkan perasaan, akad untuk berlomba menunaikan kewajiban, akad untuk saling memaafkan kesalahan, akad untuk tidak menyimpan dendam dan kemarahan, akad untuk tidak mengungkit-ungkit kelemahan, kekurangan, dan kesalahan.
Pernikahan adalah akad untuk tidak melakukan pelanggaran, akad untuk tidak saling menyakiti hati dan perasaan, akad untuk tidak saling menyakiti badan, akad untuk lembut dalam perkataan, santun dalam pergaulan, akad untuk indah dalam penampilan, akad untuk mesra dalam mengungkapkan keinginan, akad untuk saling mengembangkan potensi diri, akad untuk adanya keterbukaan yang melegakan, akad untuk saling menumpahkan kasih sayang, akad untuk saling merindukan, akad untuk tidak adanya pemaksaan kehendak, akad untuk tidak saling membiarkan, akad untuk tidak saling meninggalkan.
Pernikahan juga bermakna akad untuk menebarkan kebajikan, akad untuk mencetak generasi berkualitas, akad untuk siap menjadi bapak dan ibu bagi anak-anaknya, akad untuk membangun beradaban, akad untuk segala yang bernama kebaikan. Dan yang lebih dahsyat dari semua itu adalah bahwa pernikahan merupakan akad untuk hidup bersama di dunia dalam naungan cinta karenaNya, mengarungi bahtera kehidupan yang penuh rintangan dan tantangan serta mengantarkan cinta untuk kembali berlabuh di dermaga surga-Nya.
PETUNJUK NABI TENTANG MENIKAH
Seperti yang telah disampaikan di atas, menikah adalah perintah Allah dan sunnah Rasulullah Saw. Banyak sekali hadits-hadits nabi yang berisi anjuran untuk Menikah, diantaranya sebagai berikut:
- Rasulullah Saw bersabda: “Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku!” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
- Rasulullah Saw bersabda, “Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu: berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah.” (HR. Tirmidzi)
- Dari Aisyah, “Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu.” (HR. Hakim dan Abu Dawud)
-Sabda Rasulullah Saw, “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separuh agamanya. Dan hendaklah bertakwa kepada Allah separuh lainnya.” (HR. Baihaqi)
- Dari Amr Ibnu As, “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihah.” (HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai)
- “Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah.” (HR. Muslim)
- "Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah: Orang yang berjihad/berperang di jalan Allah, budak yang menebus dirinya dari tuannya, pemuda pemudi yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
- “Wahai generasi muda! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
- “Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak.” (HR. Abu Dawud)
- “Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu ditengah umat yang lain.” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
- “Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan).” (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)
- Rasulullah SAW. bersabda: “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah.” (HR. Bukhari)
- “Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang.” (HR. Abu Ya’la dan Thabrani)
- Rasulullah Saw bersabda, “Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka.” (Al Hadits)
- “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya.” (HR. Bukhori-Muslim)
- “Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas.” (H.R. At-Turmidzi)
-“Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak.” (HR. Abu Dawud)
- “Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta/tahtanya mungkin saja harta/tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama.” (HR. Ibnu Majah)
- “Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda, “Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya; maka pilihlah yang beragama.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
PENUTUP
Memang benar, jodoh pasti bertemu. Namun nyatanya kita harus berikhtiar untuk menjemput jodoh terbaik itu. Menjemput jodoh terbaik menjadi bagian dari upaya kita menyambut takdir terbaik dalam kehidupan kita. Jadi, menikahlah karena Allah, maka Allah akan labuhkan seseorang yang mencintaimu. Menikahlah karena Rasulnya Allah, maka kelak Rasul akan berbangga dengan umatnya yang menikah dan memiliki keturunan yang baik. Menikahlah untuk menjaga keberlangsungan cita-cita peradaban. Perjuangan mengembalikan peradaban ini masih panjang, perlu nafas panjang pula. Jikalau sekarang kita belum merasakan hasil perjuangan itu, kita wajib mewariskannya kepada anak keturunan kita. Menikahlah, karena lelaki yang shaleh dan perempuan yang shalehah sedang menantimu di ujung sana. Jemputlah ia dengan tawakkal-Mu, kejarlah ia dengan doa-doa terbaikmu dan sambutlah ia dalam limpahan nikmat dan karunia-Nya. Jika memang pada akhirnya ia tidak berlabuh di hatimu, surga sudah menantimu untuk bertemu bersama orang-orang yang engkau cintai di dunia.
“Ya Allah..limpahkanlah kami cinta yang Engkau jadikan pengikat rindu Rasulullah dan Khadijah Al Qubro, yang Engkau jadikan mata air kasih sayang Imam Ali dan Fatimah Az-Zahra, yang Engkau jadikan penghias keluarga Nabi Mu yang suci.
Ya Allah..jadikanlah kami sebagai suami istri yang saling mencintai dikala dekat, saling menjaga kehormatan dikala jauh, saling menghibur dikala duka, saling mengingatkan dikala bahagia, saling mendoakan dalam kebaikan dan ketakwaan, saling menyempurnakan dalam peribadatan.
Ya Allah..sempurnakanlah kebahagiaan kami dengan menjadikan pernikahan ini sebagai ibadah kepada-Mu dan bakti kepada kepengikutan dan cinta kami kepada sunnah keluarga Rasul-Mu. Aamiin.” (Jalaludin Rumi)
Gambar : pixabay.com