BELAJAR ADAB DARI IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI’I | Indonesia Berbagi
Logo Indonesia Berbagi INDONESIA BERBAGI
ARTIKEL

BELAJAR ADAB DARI IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI’I

Kamis, 27 Oktober 2022 14:14:13 | Admin

Penulis : Katrina Wigusniarto & Nursyamsiah

Editor : Nursyamsiah

 

Dalam fiqih Islam terdapat 4 mazhab yang sangat masyhur dianut kalangan umat muslim di seluruh dunia, yaitu mazhab Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali. Seperti yang telah kita ketahui, 4 mazhab tersebut digagas oleh 4 ulama besar pada masanya, yang sampai saat ini mazhab-mazhab tersebut masih dipakai oleh umat muslim.

Tidak dipungkiri lagi, keempat imam tersebut memiliki kesempurnaan adab dalam menuntut ilmu yang patut kita contoh dalam era sekarang yang sudah mulai terkikis nilai-nilai adabnya. Kita ambil contoh dari Imam Malik dan Imam Syafi’i, 2 imam mazhab tersebut merupakan guru dan murid yang memiliki adab yang luar biasa dalam menuntut ilmu, sehingga ilmu dari keduanya menjadi fatwa, solusi atas setiap permasalahan umat islam.

 

Adab Imam Malik

Diceritakan oleh murid Imam Malik dalam sebuah kisah, ketika Imam Malik berada di Madinah, beliau hanya berjalan kaki, tidak ingin mengendarai kuda maupun keledai karena khawatir bisa menginjak bekas pijakan Rasulullah dan para sahabat. Dan juga ketika Imam Malik hendak menyampaikan sebuah hadits Rasulullah, beliau selalu terlebih dahulu mengambil air wudhu  dan bersolek, seperti yang diriwayatkan Ibnu Uwais berikut ini, “Apabila Imam Malik hendak menceritakan hadits, dia berwudhu, duduk di depan permadaninya, menyisir jenggotnya, dan duduk dengan tenang penuh wibawa.”

Dan ada salah seorang murid Imam Malik bertanya, “Mengapa engkau selalu memulainya dengan wudhu sebelum mengajarkan hadits?”

Imam Malik menjawab, “Aku ingin hadits dari Rasulullah yang aku sampaikan dapat dipahami dengan baik.” 

Pernah ada suatu momen, ketika Imam Malik sedang membacakan sebuah hadits, didapati wajah beliau pucat pasi, akan tetapi beliau tetap melanjutkan membacakan hadits tersebut hingga selesai. Kemudian setelah itu, barulah beliau memanggil muridnya untuk melihat punggungnya, yang ternyata didapati seekor kalajengking yang telah menyengatnya berkali-kali.

Imam Malik pun dikenal sangat memperhatikan adab para muridnya, terutama ketika beliau sedang membacakan hadits. Beliau tidak ingin ada satu pun muridnya yang tidak fokus dan bermain-main saat hadits dibacakan. Pada suatu waktu, ketika Imam Malik sedang membacakan hadits, dilihatnya Imam Syafi’i yang duduk di belakang sedang menuliskan sesuatu dengan jarinya di bagian atas luar telapak tangannya.

Ketika para murid Imam Malik lainnya sudah meninggalkan majelis, Imam Malik pun memanggil Imam Syafi’i dan menanyakan apa yang dilakukan Imam Syafi’i ketika Imam Malik sedang menyampaikan hadits. Imam Syafi’i spontan menjawab bahwa ia sedang mencatat hadits yang dibacakan Imam Malik dan berusaha menghafal apa yang ia catat di atas telapak tangannya. Imam Malik pun meminta Imam Syafi’i untuk mengulang kembali hadits yang telah dibacakan Imam Malik di majelisnya, dan sungguh diluar dugaan, Imam Syafi’i mampu membacakan hadits yang telah disampaikan Imam Malik tanpa ada kesalahan sedikit pun. Setelah itu, Imam Malik meminta Imam Syafi’I untuk lebih mendekat kepadanya seraya berpesan, “Wahai Muhammad (Imam Syafi’i), bertaqwalah kepada Allah karena kamu akan menjadi orang besar.”

 

 Adab Imam Syafi’i

Imam Syafi’i dianugerahi Allah SWT memiliki kemampuan menghafal yang begitu mengagumkan, sehingga apapun kebaikan yang didengar, bisa langsung dihafal olehnya. Rahasianya adalah karena beliau memiliki hati yang bersih, mata yang terjaga dari maksiat, dan telinga yang hanya mendengar kebaikan.

Imam Syafi’i merupakan sosok yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, dikisahkan bagaimana perjuangan Imam Syafi’i dalam menuntut ilmu ketika di Mekah, berkeliling dari satu ulama ke ulama lainnya. Bahkan, ketika para ulama itu bilang bahwa ilmunya sudah habis semua, mereka mengusulkan kepada Imam Syafi'i untuk pergi ke Madinah bertemu dengan bapak para imam mazhab, yaitu Imam Malik bin Anas.

Ketika sudah sampai di Madinah, Imam Syafi’i akhirnya bertemu dengan Imam Malik. Ternyata Imam Malik tidak sembarangan menerima murid, kemudian beliau bertanya kepada Imam Syafi’i tentang keseriusan belajar, dan membaca kitabnya. Dan yang membuat Imam Malik terkejut adalah ternyata Imam Syafi’i telah hafal kitabnya yang berjudul Al-Muwaththa, yang mampu dihafal Imam Syafi’i hanya dalam waktu seminggu dalam perjalanannya dari Mekah ke Madinah, padahal isi kitabnya melebihi Al Qur'an yang berisi kurang lebih 5000 hadits.

Kemudian Imam Malik berwasiat kepada Imam Syafi’i, “Bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah akan ajarkan ilmu kepada kamu.”

Dan wasiat selanjutnya, “Wahai Muhammad (Imam Syafi’i), jadikan ilmumu seperti garam dan jadikan akhlak dan adabmu seperti tepung.” Maksudnya adalah mencari ilmu secukupnya saja, lalu perbanyak mempelajari adab dan akhlak.

Dalam syairnya, Imam Syafi’I menyampaikan tentang adab menuntut ilmu, yang berbunyi, “Calon ahli ilmu tidak akan tinggal diam. Ia tempuh perjalanan jauh dari rumahnya untuk menuntut ilmu. Ia akan dapatkan ilmu yang membuatnya mulia dan tinggi derajatnya di sisi Rabb-Nya, ia akan mendapatkan pengganti asiknya mainan.”

Ketekunan dan perjalanan panjang Imam Syafi’i dalam menuntut ilmu tidak menjadikannya tinggi hati, bahkan beliau sangat menjunjung tinggi adab dan akhlak. Begitu pun, ketika Imam Syafi’i bertemu dengan gurunya yang sangat dihormati dan dimuliakannya. 

Dikisahkan, suatu hari Imam Syafi’i bertemu dengan gurunya, beliau mencium tangan dan memeluk erat gurunya yang sudah tua tersebut, yang membuat orang lain keheranan dengan sikap Imam Syafi’i tersebut. Lalu orang itu bertanya kepada Imam Syafi’i, “Mengapa engkau melakukan hal itu kepada laki-laki yang sudah tua tersebut? Apakah engkau juga mengenalnya?”

Imam Syafi’i menjawab, “Ia adalah guruku, ia harus aku muliakan karena aku pernah bertanya padanya mengenai bagaimana cara mengetahui bahwa seekor anjing itu sudah dewasa? Lalu dia menjawab pertanyaanku, kita bisa melihat anjing sudah dewasa, ketika kencing, anjing tersebut mengangkat sebelah kakinya.” 

Dari sikap keteladanan Imam Syafi’i tersebut kita bisa mengambil pelajaran bahwa ketika kita memuliakan guru atau seseorang yang telah memberikan kita ilmu, maka kita akan mudah paham dengan ilmu yang kita peroleh dari orang tersebut.

Salah satu pesan Imam Syafi’i berbunyi,

”Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru, sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya.

“Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar, Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.”

“Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya, maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya.”

“Demi Allah hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa, bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.”

 

Penutup

Kita dapat mengambil pelajaran bagaimana kesempurnaan adab dan akhlak yang diperlihatkan Imam Malik dan Imam Syafi’i dalam menempatkan adab diatas ilmu, sehingga dahulukanlah mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu agar kita  lebih mudah memahami ilmu.

 

*Ditulis ulang dari berbagai sumber

*Gambar : pixabay.com

Bantu sebarkan kebaikan